Bocah La Humba



Aku yang tak mahir mendaraskan doa
Melalui angin yang lihai menyusup
di sela dinding-dinding karang tanpa tepian
dengan wangi kemarau yang berdebu,
kusam dan membiru
  
Aku yang pernah menggapai pucuk ilalang
di hari tanah kami menangis tanpa air mata
seusai kau reguk semua tetes air
dari mata dan sekujur surgaku
sebelum aku memburu matahri

Aku yang kau sebut bocah padang
dengan derap yang kini sunyi
hening bersama puisi-puisi yang kau tertawakan
dari balik helai-helai rupiahmu yang beraroma
kematian tanpa kafan, pelayat dan tangis (juga ritual)

Aku yang kau sebut anak-anak sungai
belum kutuntaskan perjalananku menyusri
jejak-jejak leluhur yang mereka titipkan melalui bening air
yang kini memerah tanpa senja yang tenggelam
telapakku telah kau robek dengan baja dan besi yang kau
simpan di dasar sungai seletah kau memberi mereka nafas
di malam tanpa bulan

Aku yang kau sebut bocah pantai
tenggelam di antara butiran pasir yang tak lagi membawa berita tentang
dongeng kehidupan kampung dasar laut
apa kau cari diantara debur-debur ombak
jika kau bangun menara di sana?
nyanyian apa yang tidak kau suarakan di balik desau cemara
hingga kau membalut sekujurnya dengan helai-helai besi
bermata elang?

Pergi kau dari tanah yang iklahs menerima
tubuhku ketika rebah di hari aku tak lagi mendiami rahim
perempuan penenun mitos
perempuan peramu dongeng
perempuan pemilik surga tanpa pintu di sekujurnya

Mauliru, 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI