Manggulu (Mengenal salah satu makanan khas Sumba)






Manggulu adalah kata yang sudah saya simpan dalam kepala saya sejak saya masih kecil, alasannya sederhana: manggulu sangat enak. Ya, manggulu adalah jenis makanan khas yang ada di Sumba, terbuat dari campuran pisang dan kacang tanah juga kesabaran dan niat.

Beberapa tahun lalu, saya kurang ingat tepatnya tahun berapa, tanaman pisang di wilayah kabupaten Sumba Timur diserang sejenis hama yang membuat semua buah pisang menjadi berair dengan getahnya yang memerah dan buah pisang menjadi kecil. Saat itu, tidak ada satu pun pisang yang kami makan dari kebun di belakang rumah, padahal biasanya, kami panen sangat banyak sampai sering saya membagikan ke keluarga lainnya atau mengantarkan ke teman-teman yang ingin saya kunjungi. Bahkan saat terserang hama itu, tidak ada satu buah pun yang diberikan untuk babi, termasuk batangnya tidak diiris untuk ditumbuk dan dijadikan makanan babi. Saat itu tanaman pisang menjadi tanaman yang tidak berguna.
Saya tidak tahu bagaimana penanganan di daerah lain, saya hanya tahu, di Mauliru, seluruh pisang dipotong lalu dibakar. Dibakar hingga habis semuanya. Termasuk di kebun kami. Bapak sesekali menjaga api agar tidak merambat ke sabana di atas bukit di belakang rumah, dan memastikan semua tanaman terbakar hingga ke tempat yang paling dasar yang bisa dijangkau lidah api.
Setelah itu, selama kurang lebih dua tahun kami tidak menanam pisang. Memang ada yang berbeda dengan pemandangan di sepanjang jalanan Mauliru. Biasanya pandangan mata akan tertahan di jejeran pohon-pohon pisang yang hobi tumbuh bergerombolan, namun setelah dibakar, pandangan semakin luas menjelajah persawahan. Indah memang, tapi aneh sebab tidak makan pisang hahaha
Saya salah satu yang menyukai pisang. Saya suka pisang goreng, keripik pisang, pisang bakar, diolah menjadi kolak, pisang rebus termasuk manggulu. Hanya satu jenis makanan berbahan pisang yang saya tidak suka, roti isi pisang, yang biasanya digulung  dengan adonan yang lembut dan dijual toko kue atau toko roti. Teman-teman saya bilang itu enak, entah kenapa, saya merasa ngeri.
Ketika kuliah dulu, salah satu bawaan saya dari Sumba saat pulang liburan adalah keripik pisang. Menjelang pulang mama akan membuat dalam jumlah banyak dan saya akan membawanya dengan bahagia walau berat. Sampai saat ini kopi terbaik versi saya adalah kopi yang diminum dengan pisang goreng. Orang-orang mengatakan kepada untuk menghentikan segala macam gorengan agar tubuh saya terlihat lebih langsing tapi saya tidak peduli, mungkin saya bisa menahan godaan untuk tidak makan tahu isi, bakwan, lumpia atau gorengan lainnya, tapi tidak dengan pisang goreng, jiwa kelaparan saya memang susah diatur hahaha
Kacang tanah juga adalah cemilan kesukaan saya. Waktu kuliah dan setelah bekerja, cemilan paling sering saya beli adalah kacang-kacangan. Ketika masih bekerja di wilayah Sumba Barat Daya dan Sumba Barat, hal wajib yang saya beli dalam setiap perjalanan baik menuju Mauliru atau pulang dari Mauliru adalah kacang tanah goreng di Langgaliru.
Nah, bisa dibayangkan bagaimana wajah saya di hadapan manggulu yang terbuat dari pisang dan kacang itu? Cengar cengir maksimal dengan ekspresi selalu lapar hahahaha
Untuk membuat manggulu versi mama saya cukup sederhana:
1.    Sediakan pisang kapok, ah mungkin ini disebut dengan nama lain di daerahmu jadi saya sertakan gambarnya. Jika ada pisang di kebun, silakan dipotong, jika tidak, silakan beli di pasar.  Kira-kira 8-10 sisir tergantung ukuran pisangnya. 




2.   Biarkan pisang sampai matang lalu dikupas dan diiris tipis. Satu buah pisang bisa mendapat 4-5 irisan, tergantung ukuran pisang.  Pastikan pisaunya tajam. Jangan lupa cuci tangan sebelum mengirisnya.


3.     Pisang yang sudah diiris itu dijemur. Hmmm bisa pakai loyang kue, atau nyiru, atau tutupan dandang yang lebar, atau pakai seng yang sudah dicuci bersih tentu saja. Simpan satu-satu irisan pisangnya. Jangan ditumpuk! Pisang ini dijemur sampai kering dan terlihat mengecil dari ukuran sebelumnya. Kira-kira 3 hari tergantung panas matahari, bisa sampai seminggu juga kalo mendung. Kalau hari malam, sebaiknya pisangnya dimasukkan ke dalam rumah agar tidak bsah oleh embun. Jika ada ayam di rumahmu, pastikan pisang-pisangnya ada di tempat yang tidak terjangkau ayam-ayam itu.



4.         Setelah pisangnya kering, pisang dikukus selama kurang lebih 10-15 menit.


5.    Siapkan kacang tanahnya. Kacangnya di goreng lalu dibersihkan kulit arinya. Jangan lupa cuci tangan sebelum bersihkan kulit arinya.




6.  Haluskan pisang menggunakan lesung dan alu. Hati-hati, dalam proses ini, saat mengangkat alu, pisang bisa ikut terangkat juga. Agak susah memang menghaluskan pisang yang sudah kering. Butuh kesabaran dan niat. Hahaha 


7.   Setelah pisang selesai dihaluskan, keluarkan pisang dari lesung lalu masukkan kacang secukupnya. Haluskan kacang hingga benar-benar halus.
8.     Setelah kacang halus, masukkan pisang yang sudah halus tadi lalu ditumbuk lagi dalam lesung agar pisang dan kacang tersebut tercampur dengan sempurna. 



Lakukan aktivitas nomor 5, 6 dan 7 sampai pisang dan kacangnya selesai di campur.

9.  Sebenarnya manggulu sudah bisa dikonsumsi. Tetapi ada satu proses lagi yang akan menjadikan manggulu ini menjadi makanan sempurna yakni membungkusnya dalam daun pisang. Pilih daun pisang yang telah berwarna coklat, buatlah layu dengan didekatkan di api lalu gunting membentuk persegi. Hati-hati terbakar. Lap bersih permukaannya. Dan sekali lagi, jangan lupa cuci tangan sebelum lakukan langkah berikutnya.




10.  Ambil manggulu menggunakan plastik atau sendok kira-kira seukuran sekepal tangan. Padatkan lalu bungkus rapat dengan daun pisang dan diikat di ujungnya dengan menggunakan tali rafia atau kalitta (akar gewang). 


11.     Siapkan kopi, buku bacaan, lalu nikmati bersama manggulu dan kau akan mengerti kenapa saya suka makanan berbahan sederhana ini.



Manggulu ini bisa disimpan selama beberapa hari. Semakin rapat  kita membungkusnya dalam daun pisang, akan semakin lama manggulu ini dapat disimpan. Di rumah kami, saat membuatnya yang lalu, manggulu ini bertahan hampir seminggu. Ah terima kasih untuk Appu (nenek) yang sudah ajar mama untuk membuat manggulu dan buat mama yang sudah ajar saya hahahaha

Demikian.

Salam dari Tana Humba.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI