SURAT UNTUK RIX (3)



Saya sedang kota yang selalu dingin Rix,
Kau tau, saya selalu rindu kau
Masih berapa jauh perjalananmu?

Hai Rix, sehat? Semoga iya. Saya juga, sehat!
Ada di Indonesia bagian mana kau sekarang? Eh masih di indonesia kan? Kapan pulang Rix?

Sejak awal tahun, saya berpindah kota. Sekarang saya berada kota Waikabubak - Sumba Barat. Ini masih kota kecil Rix, mungkin tak sama dengan kota tempat kau tinggal yang besar, ramai dan mewah. Tidak jauh dari kota tempat tinggal saya di tahun lalu, ah iya, tahun lalu saya tidak kirimi kau surat. Maaf.
Baiklah, untuk melunaskan utang saya tentang cerita setahun lalu, saya akan ceritakan di surat ini juga. Walau singkatya Rix.
Kau tahu kenapa saya tidak mengirimi kau surat setahun lalu Rix? karena tahun lalu saya menikmati hidup saya. Maaf, saya seakan lupa sama kau saat saya sebahagia itu. Sekarang saya tahu, itu adalah kesalahan besar buat saya. Syukur-syukur kalau kau tidak marah dan menjauh, semoga radar kau masih bisa menemukan surat saya ini. Semoga ya Rix.
Tapi setahun lalu Rix, saya menikmati semuanya. Saya mendapat pekerjaan yang baik, bertemu kembali dengan teman semasa kecil saya, bergabung dengan komunitas relawan yang sangat keren, hubungan dengan seseorang dulu pacar saya pun membaik, saya bertemu banyak orang baik dan luar biasa dan menjalani setiap hari di sana dengan menyenangkan. Saya suka Rix. Saya suka sekali tahun 2017. Saya bahkan tidak sempat berbagi dengan kau saking saya terlalu menikmati hidup saya.
Tapi beberapa hal berubah di tahun ini Rix. Saya meninggalkan kota itu. Kontrak saya selesai. Saya mencoba melamar ke sebuah pekerjaan. Saya diterima dan sekarag disinilah saya Rix, di kota yang sepertinya selalu dingin ini. Waikabubak.
Di sini Rix, saya memulai semuanya dari awal lagi. Tapi untungnya jarak antara Sumba Barat daya dan Sumba Tengah tidak terlalu jauh. Saya bisa menempuh masing-masing dari tempat itu tidak lebih dari sejam untuk bertemu banyak teman di sana. Bahkan untuk ke sumba timur pun bisa saya tempuh dengan lebih singkat dibandingkan tahun lalu.
Semuanya berjalan normal disini. Pekerjaan yang baik dan beberapa aktivitas weekend tetap terlaksana. Saya mulai belajar banyak di sini dan mulai membiasakan diri dengan dinginnya.
Rix, bagaimana langit malammu di sana?
Di kota ini, saya jarang menikmati langit malam dan memutuskan menghias kamar dengan beberapa bintang. Walaupun tidak bercahaya, setidaknya saya bisa agak tenang dengan melihatnya.
Rix, apakah kalau memintamu untuk pulang menjadikan saya seorang pegecut atau pecundang bagimu? Tak apa Rix, saya sudah tidak peduli kau mau menganggap saya apa. Saya mau kau pulang! Kau tahu, tebakan kau dulu benar, seseorang yang pernah saya ceritakan dulu sudah tidak bersama saya lagi sejak awal tahun ini. Kau benar, saya memang terlalu keras kepala saat itu. Saya bahkan  berniat melemparkan gelas kopi kepadamu saat kau bilang begitu, seandainya kau tepat di depan saya. Kau terdengar seperti membuat taruhan tolol dengan hubungan saya saat itu. Tapi sekarang saya mulai mengingat kembali apa-apa yang kau katakan tentang kepercayaan, perjuangan dan pengorbanan. Dulu saya abaikan, sekarang saya mau belajar memaknai apa yang kau katakan waktu itu. Ya, cukup melegakan Rix, ketika semua kejadian buruk tentang dia itu terjadi setelah kau memilih membombardir saya tentang hal-hal itu dari pada meminum kopi tanpa gula. Walau pun terlambat, terima kasih Rix, sekarang saya jauh lebih yakin dengan diri saya sendiri.
Rix, 1 juli di sini cerah. Ini hari minggu dan saya memilih mendedikasikan hari ini untuk menuliskan surat buat kau dan mungkin juga menuliskan puisi serta membaca dongeng. Hari ini saya melakukan semua ha-hal yang saya suka, termasuk menyurati kau. Semoga kau tidak terlalu jauh untuk bisa menemukan surat ini, dan tidak terlalu asing untuk mengenali jalan pulang.
Sampai ketemu Rix. 

Salam.
Diana Timoria.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI