Puisi-puisi saya di Sinar Harapan, 22-23 Maret 2014



DOA DAN LUKA

Mencintai sungai di siang yang ganas adalah meraup semua doa-doa wanita
yang di matanya terdapat sebuah bola
yang senantiasa menggelinding dari timur hingga ke barat
yang senantiasa terpelanting dari langit hingga ke palung samudra,

mereka menyebut sebuah doa setelah menampung semua luka yang sudah mereka nikmati. Air yang tumpah dari kerja keras mata mereka adalah doa yang dibawa angin menuju tempat penyucian.
Terkadang tidak semua luka harus didoakan,
hanya jika maut belum menjemput meski sudah meneguk racun maka itulah sakit yang pantas ditangisi sekaligus didoakan.
 
Waingapu, Juli 2012



PADA SUATU MALAM YANG HENING

Aku punya diam yang melelahkan sekaligus menggiurkan
Di sana tidak hanya adapekat yang menjadi judul sedihmu
Di sana ada seonggok daging yang ditetesi air dari langit dan matanya
Di sana ada sebuah surga yang tidak akan pernah kau paham sebelum kau menuju neraka
Untuk itulah, penting bagimu untuk mati sebelum pada akhirnya kau mati lagi


Kupang, Mei 2013


HADIAH DI MALAM PERGIMU

Suatu malam,aku ingin memberimu hadiah. Sungguh.
Seekor kupu-kupu yang sudah kusediakan kafan tepat di sebelahnya.
Sengaja kupilih kupu-kupu yang banyak warnanya
agar kau setia mengagumi indahnya hingga lupa bahwa ia perlu mati untuk tidak menderita.

Suatu malam, aku ingin memberimu hadiah. Sungguh.
Selembar kafan yang sudah kuletakkan kupu-kupu di sampingnya.
Sengaja kusimpan kafan putih itu agar kau yakin mati adalah cara kau terlihat putih.

Suatu malam, aku ingin memberimu hadiah. Sungguh.
Andai saja, kau belum pergi malam itu.


Kupang, Agustus 2013


 LELAKI YANG SELALU PERGI

Kokoh lenganmu adalah musuh yang paling tangguh
dari serangkaian angin yang senantiasa berlari
dibakar mentari sepanjang sabana di dadamu
yang selalu punya detak seirama lari kuda.
Air mata yang kualirkan tidak pernah cukup melindungimu,
kau selalu saja punya alasan yang cukup untuk berlari,
sedang aku hanya punya kenangan dan doa yang selalu berhasil membawamu pulang.
Detak yang kupunya tidak pernah kau dengar
meski detik selalu punya irama yang sama.
Dan kau selalu  menghitungnya di hadapanku.
Hitungan terakhir dari 86400 detik adalah salah satu alasan kau pergi.


Kupang, November 2013


CATATAN DALAM MIMPI


Ibu, aku selalu membaca mimpi disetiap tidurku
Dan aku menemukan ada rindu yang terkantuk-kantuk menujuku.
Sepertinya jalan yang kau tempuh melelahkan.
Tidak berniatkah kau untuk beristirahat?
Lihat ibu, bisakah kau bedakan kunang-kunang dan bintang?
Sebab malam pun tidak mau kesepian,
maka dibangunkannya segala cahaya malam,
agar kita sadar bahwa mentari sedang terlelap.
Sebab mata kita terbius cahaya malam dan aku pun tidak ingin membaca mimpi lagi.
Pergilah ibu, jadilah salah satu bintang di langit malam.
Jangan lagi datang sebagai sebuah catatan tua di mimpiku.


Kupang, November 2013



MERINDUMU

Merindukanmu seperti belajar menghitung bintang. Melelahkan. Pada hitungan puluhan aku selalu berhenti sebab tiba-tiba saja mataku selalu mengabur meski langit malam terang. Di langit ada anak sungai yang tidak pernah kutahu dari mana asal dan ke mana ia pergi. Yang kutahu bahwa ada basah yang kulihat sekaligus kurasakan.

Kupang, November 2013



BELAJAR MENCINTAIMU

Aku belajar mencintaimu
Sebagai pagi yang memiliki embun di semaknya,
Bening.

Aku belajar mencintaimu
Sebagai siang yang memiliki matahari di langitnya,
Panas.

Aku belajar mencintaimu
Sebagai senja yang memiliki cinta pada lautnya,
Indah.

Aku belajar mencintaimu
Sebagai malam yang selalu menghitung bintang,
Melelahkan.

Kupang, Desember 2013







Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI