THE LAST (I Promise)
Aku
tersadar kini.
Dan
kuakui aku suka cara Tuhan merangkai kisah hidupku. Awalnya begitu berat untuk kupahami, bahkan
terkadang aku menolak untuk memahaminya. Aku membantah kenyataan bahwa kau dan
aku tak harus bersama. Bagiku keindahan yang ada padamu adalah wujud hadiah
Tuhan untukku. Bagiku pertemuan kita, adalah cara Tuhan untuk mengatakan bahwa
kita adalah sepasang kekasih yang akan hidup bahagia selamanya.
Tapi
aku salah.
Sayangnya
terlambat bagiku untuk menyadarinya. Membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
menyadari hal tersebut, membutuhkan sakit yang terlampau perih untuk membuatku
tobat mencintaimu, dan membutuhkan rangkaian doa yang begitu panjang untuk
meyakinku bahwa semuanya salah.semua tentang kita adalah kesalahan. Seperti
sebuah jalan yang sebenarnya tidak perlu kita lewati karena itu sebuah dosa.
Dosa yang begitu manis, hingga aku tak sadar ada racun di dalamnya, membuatku
kecanduan tanpa kusadari isi dadaku terkikis pelan, nyaris habis dan kering
karena terlalu sering menangisi perih dari manisnya racun.
Seingatku.
Dulu,
aku mencintaimu dengan cara yang begitu sedernaha dan kau bukanlah orang yang
baru kujumpai.Kau tidak datang dengan tiba-tiba dalam hidupku dengan seucap
‘simsalabim’ dan membuatku kagum pada pandangan pertama. Tidak. Kita pernah
seiring dalam jalan menuntut masa depan, hanya saja kita juga pernah berpisah
dan sepertinya waktu membuat kita kembali bertemu. Sederhana kan? Bertemu,
pisah, bertemu. Dan itulah dulu yang kupikir takdir.
Aku
mencintai suaramu. Kuakui aku tak mempunyai suara yang indah tapi bukan berarti
aku tak memahami betapa asiknya mendengar suaramu, merdu dan menenangkan. Hanya
mendengar suaramu aku bahkan bisa membayangkan bagaimana suara malaikat di
surga. Mungkin itu seindah suaramu.
Aku
mencintai saat kau menyalami tanganku. Hanya dalam hitungan detik, tapi debaran
jantungku kukendalikan dengan susah payah.
Aku
mencintai tatapanmu, dan di sanalah aku terperangkap.
Bagaimana
menurutmu? Sederhanakan mencintaimu?
Tapi,
mengapa melupakanmu begitu sulit? Aku melewati malam-malam yang terasa begitu
mencekam meski ada banyak tawa berkeliaran di sekitarku. Aneh rasanya ketika
sedang menikmati sebuah lelucon dan aku harus tersadar ada nyeri yang menarikku
kembali dalam kubangan harapan dan mimpi yang semu.
Aneh
rasanya ketika para sahabat berusaha menyadarkanku bahwa aku menikmati cinta
yang salah. Ketika para sahabat mengulurkan tangan untuk membantuku aku malah
mengepalkan kedua tanganku sekedar menyatakan bahwa aku masih bisa bertahan. Dan
ketika para sahabat menunjukkan betapa dia begitu buruk di hadapanku, aku malah
melihatmu begitu indah dan melayang ke langit ke tujuh.
Aneh
rasanya ketika aku begitu mengagungkan cinta yang sebenarnya tidak kurasakan
darimu. Aku tersihir dalam kekuatan yang membuatku tertidur begitu lama. Aku
melihat keindahan yang semu, bahkan ketika jelas-jelas kau menunjukkan betapa kau
sudah tidak mencintaiku lagi. Bahkan ketika aku telah melihat dalam pandanganmu
bahwa bukan aku yang terpantul di sana melainkan dia. Dengan segala kelemahanku
aku berusaha meyakinkan diriku bahwa kau masih mencintaiku dan meletakkan
bayanganku di tempat yang tidak bisa kulihat.
Dan
aku tau. Aku manusia bodoh.
Aku
tahu aku mencintaimu,dan entahlah, mungkin kau juga mencintaiku atau mungkin
juga tidak. Tapi, aku tak peduli kau mencintaiku atau tidak sejak aku tau bahwa
aku tetap ingin bersamamu, bagaimana pun perasaanmu. Kupikir itulah hal
terkonyol yang pernah kulakukan. Bayangkan saja, jelas-jelas kau sudah bersama
orang lain dan mengatakan bahwa dialah yang terbaik dan juga bahwa pertama kali
kau mengerti arti merindu saat kau dan dia berpisah, tapi aku masih ingin
bersamamu. Hei ada apa denganku? Begitu bodohnya untuk memahami bahwa aku tak
lebih dari sekedar benda bodoh yang kebetulan masuk dalam pandanganmu, yang kau
tatap sejenak dan kemudian berlalu tanpa ada kesan bahwa aku mengagumimu. Ah,
menyadari itu membuatku tersenyum. Sungguh, bukan hal yang aneh kan ketika aku
tersenyum karena kebodohanku sendiri? Ah, peduli setan dengan pemikiranmu, dia,
atau pun mereka. Yang kutahu bahwa ini pertama kalinya aku tersenyum ketika
menyadari bahwa sebenarnya kau tidak mencintaiku lagi.
Dan
kau tau bagaimana aku bisa tersenyum di saat seperti itu?
Sedernaha
saja.
Setelah
melewati begitu banyak waktu untuk meyakinku bahwa kau memang pantas untuk
kulupakan dan menghabiskan begitu banyak cara sia-sia untuk melupakanmu
akhirnya aku sadar aku tak bisa melupakanmu, yang bisa kulakukan adalah
menghilangkan perasaan ini padamu. Kau tau kenapa? Karena ketika aku mencoba
melupakanmu ternyata malah membuat aku makin mencintaimu, makin kuhapus
bayanganmu kau makin nyata untukku. Aku sempat berpikr, mungkin Tuhan tak ingin
aku melupakanmu karena suatu saat nanti aku akan bersamamu. Sekali lagi, itu
konyol. Ternyata semuanya bukan tentang kau, tapi tentang perasaanku padamu.
Semuanya bukan tentang bagaimana melupakanmu, tapi tentang menghilangkan
perasaan padamu.
Aku
tak akan pernah bisa melupakanmu. Karena kita berteman, dan tak ada teman yang
kulupakan. Dan ketika aku berpikir bahwa aku harus menghilangkan
perasaanku tidak berarti bahwa aku tidak
bisa bertemu denganmu suatu saat nanti. Bukanlah layak jika aku menegurmu nanti
sebagai seorang teman? Tentu saja layak. Tuhan menginginkan kita saling
mengasihi, maka membencimu setelah kau pergi dariku bukanlah cara membuat
lukaku sembuh.
Satu-satunya
cara untuk menghilangkan persaan padamu adalah dengan berhenti berusaha
melupakanmu. Aku hanya perlu menganggapmu seorang teman dan kini aku tahu itu
hal yang mudah. Dan cara aku tersadar pun sederhana, hanya dengan melihat kau
menyukai status seorang yang kukenal tentang betapa mantan yang sebenarnya
tidak perlu diingat lagi, tidak berguna dan tidak penting lagi. Kenyataan itu
membuat kusadar seperti apa pemikiranmu tentangku. Meski kau setuju akan hal itu, tapi aku
tidak, aku tobat berusaha melupakanmu (tidak ingin mengingat apa-apa pun
tentangmu) karena itu tidak akan berhasil, maka dari pada aku berusaha menghapus
semua tentang kau hanya agar aku tak mengingat kau lagi lebih baik aku
menjadikan kau teman. Menyadari bahwa kini kau hanyalah seorang teman membuatku
mudah untuk menghapus akun Fbmu. Ouupppssss jangan berpikir karena aku ingin
melupakanmu atau bentuk dari kebencianku padamu, bukan. Sungguh, aku tak
membencimu sedikit pun, dan menghapus pertemanan di FB bukan berarti kita
berhenti bertemankan. Toh sama, saja di FB pun kita tidak saling menyapa, jadi
seperti aku menghentikan pertemanan (bukan berarti tidak berteman) dari teman
lainnya di FB dan karena kita memang hanya teman yang biasa-biasa saja maka aku
menghapusmu, karena aku juga perlu mengkonfirmasi permintaan teman lainnya.
Mungkin saja di antara banyak permintaan pertemanan itu ada yang ingin selalu
menyapaku ketika mengetahui bahwa aku pun sedang online. Jadi maaf ya teman. Mungkin suatu saat nanti, jika kita kebetulan
bertemu, kita bisa saling berkata “Haiii” sambil tersenyum dan berlalu. Bagiku
itu sudah cukup untuk mendefinisikan pertemanan kita.
Dan
kau, lanjutkan hidupmu.
Bagaimana?
Indahkan
cara Tuhan menuntunku memahami cinta?
Kini,
aku siap belajar mencintai lagi.
“Tidak ada cara untuk melupakan seseorang
yang pernah kau cintai, yang bisa kau lakukan hanyalah berusaha meyakinkan
dirimu bahwa perasaan yang dulu pernah ada untuknya harus kau berikan pada
orang lain. Dan jika kau belum temukan orang lain untuk berbagi cinta,
cintailah dulu dirimu sepenuhnya dengan cinta yang masih utuh yang kau miliki
dan kemudian sadarilah cinta yang bertebaran di sekelilingmu, cinta bapak dan
mama, kakak dan adik, cinta para sahabat dan ketahuilah mereka juga mencintaimu
dengan cara mereka sendiri, dan berusahalah membuat mereka mengerti bahwa kau
juga mencintai mereka dengan tidak menghabiskan waktu untuk larut dalam
kesedihan. Memang semuanya terasa berat, butuh waktu untuk meyakinkan bahwa
kenyataan yang ada bukanlah sekedar mimpi, namun mungkin lebih baik kalau kau
memulai semuanya dengan mencintai dirimu sendiri lebih dulu sebelum pada
akhirnya kau menemukan seseorang yang membutuhkan cintamu untuk menyempurnakan
hidupnya.”
Komentar
Posting Komentar