DESA TANGGEDU YANG MENYIMPAN BANYAK SURGA

Sejak November 2015 lalu, saya ditugaskan di sebuah desa persiapan pemekaran di kabupaten sumba timur, NTT.  desa ini benama desa Tanggedu. Desa Tanggedu terdiri dari dua dusun, yakni dusun I yang bernama Dusun Kambata Watu Ngopu dan dusun II yang bernama Pangadu Yaru Nggiling. Masing-masing dusun memiliki 2 RW yang juga memilki 4 RT.


Ada dua jalan yang digunakan untuk memasuki dua dusun tersebut. Dusun I dapat melalui desa Mondu yang juga merupakan desa induk, dusun II melalui desa Ndapayami. Kedua jalan masuk tersebut berjarak sekitar belasan KM dari jalan raya. Untuk selanjutnya jalan yang ditempuh adalah jalan pengerasan yang dibuat melintasi bukit-bukit. Hanya sedikit yang diaspal dan itu pun menyisakan lintasan panjang yang cukup ekstrim. Ada pun kedua dusun tersebut di hubungkan oleh dua sungai yakni Sungai Lainggandung dan Sungai Lai Hambar. Melalui kedua sungai inilah anak-anak dari dusun II dapat menempuh pendidikan dasar mereka.

Dalam sebuah kesempatan saya bersama peneliti dan manager area (MA) pernah melintasi jalanan yang juga ditempuh anak-anak sekolah di dusun II. Kebetulan saat itu kami menginap di dusun II. Sekitar pukul 6 pagi kami berangkat bersama anak-anak sekolah dasar. Mereka berjumlah belasan orang. Bocah-bocah itu terlihat bergembira dan bersemangat. Begitu pula kami, setidaknya sebelum kami benar-benar melalui medan itu. Kami berjalan menginggalkan dusun II, melintasi persawahan warga, berjalan di sisi kandang ternak yang ternak-ternaknya juga baru hendak dikeluar ke padang, melintasi padang, sesekali melewati rumah penduduk yang jarang terlihat dan terus melangkah di sisi-sisi bukit. Ketika tiba di sebuah semak-semak beberapa anak berlari menuju semak-semak itu, hingga akhirnya tiba di sungai Lainggandung. Anak-anak sekolah langsung berlarian ke arah sungai dan membuka pakaian mereka lalu mandi di sungai. Sejak awal perjalanan, kami telah mengetahui bahwa anak-anak ini belum mandi dari rumah mereka kerana mereka memang telah berencana untuk mandi di sungai ini, seperti yang mereka lakukan setiap hari. Selesai mandi mereka kembali berpakaian seragam, mereka meninggalkan pakian rumah mereka di atas batu-batu sungai. Pakaian itu akan mereka bawa pulang jika pulang sekolah nanti, toh mereka juga akan melewati sungai ini.

Setelah mereka berpakaian seragam, kami melanjutkan perjalanan tentu saja kami harus mendaki untuk meninggalkan sungai tersebut. Dan pendakian ini cukup curam. Selain anak-anak, kami semua ngos-ngosan. Usai melewati sungai tersebut kami kembali berhadapan dengan hamparan padang sabana. Karena perjalanan ini terjadi di musim kemarau maka padang terlihat menguning dan pepohonan lainnya hanya menyisakan ranting. Pasrah pada panas adalah cara terbaik melewati perjalanan ini. Apalagi kami hanya mengandalkan sebotol air mineral ukuran 1.500 ml.

Ketika tiba di sungai Lai Hambar, tidak banyak waktu yang kami habiskan. Sekedar beritrahat sejenak. Lalu kembali menaiki tanjakan.  Meski pun tanjakan tidak setinggi sungai pertama tadi namun jalanan tanjakan ini cukup membuat kelelahan. Tiba di atas, kami disambut matahari dan tawa anak-anak. Mereka masih bersemangat! Perjalanan dilanjutkan lagi, sebelum akhirnya mereka memasuki sekolah. Perjalanan itu kami tempuh sekitar 1,5 jam.

Setibanya di sekolah ternyata sekolah belum di mulai. Kesempatan itu digunakan oleh anak-anak sekolah untuk bermain, diantaranya bermain ‘tali merdeka’. Mereka menggukan karet ban yang digunting kecil dan diikat sambung menyambung (permaianan ini juga bisa menggukan karet gelang yang di jual di toko-toko). Permainan ini melibatkan tiga atau lebih pemain. Dua pemainnya memegang ujung karet lalu yang seorang akan melompati karet itu sesuai aturan yang telah disepakati di awal permainan. Demikian seterusnya anak-anak bergilir memegang tali dan melompati tali (dalam hati saya merenung: apakah anak-anak ini tidak kelehan seusai perjalanan yang begitu jauh? Sepertinya, Tidak! Karena mereka tetap terlihat ceria dan bersemangat).

Ketika proses wawancara untuk penelitian selesai, kami pun berpamitan pulang, tepat saat anak-anak sekolah pulang. Kami lalu melakukan perjalanan dengan jarak yang sama hanya rutenya terbalik, kali ini kami jalan dari dusun I ke dusun II. Bedanya kali ini mataharinya benar-benar ganas, karena ini matahari siang di sumba dan tidak ada sebotol pun air yang kami bawa karena botol kosong tadi kami lupa di sekolah, padahal kami sudah berencana untuk mengisinya dengan air di rumah warga. Berjalanlah kami dengan penuh percaya diri sekaligus pasrah. Tiba di sungai pertama kami langsung bahagia, ada surga di situ, ya air! Ada aliran air bening yang langsung kami timba dengan telapak tangan kami lalu meminumnya sepuas-puasnya sebelum akhirnya membasuh muka sekedar membuat kulit sejuk. Setelah puas bermain-main dengan air, kami kembali berjalan, tentu saja bersama anak-anak sekolah yang mungkin keheranan dengan kami yang sudah terlihat lelah di awal perjalanan. Perjalanan kali ini adalah perjalanan yang kejam, karena matahari yang ganas dan tanpa air. Saya kelelahan. Saat itulah saya fungsikan kemampuan khayal saya dengan maksimal. Sebagai perempuan tukang khayal yang tingkatan khayalannya kadang menuai komentar ‘kau sudah sinting dian’ dari teman-teman, mudah bagi saya untuk menghayal saat itu. Saya lalu mulai berhayal tentang sesuatu, apa lagi menghayal di antara ilalang dan pohon-pohon tanpa dedauan selalu membuat saya kecanduan. Maka saya pun waktu itu berjalan dengan begitu cepat, hingga tanpa sadar saya meninggalkan dua rekan saya di belakang saya. Pada jarak-jarak tertentu saya kadang tidak mendengar suara mereka lalu berbalik, jika tidak melihat mereka saya akan melambatkan langkah atau berhenti sejenak.

Di sungai kedua, kami kembali mendapati surga: Air! Jarak antara sungai pertama dan kedua memang lebih jauh dibandingkan jarak antara sekolah dan sungai pertama tadi. Karena itulah air yang kami lihat itu benar-benar serasa surga. Buru-buru kami menuruni tebing lalu segera mengambil air dengan kedua telapak tangan kami dan meminumnya. Segar! Kami minum sepuas-puasnya, tentu saja sambil tertawa bahagia. Tanpa kesepakatan apapun kami masing-masing mencari batu besar untuk duduk sekedar duduk melepas lelah dan mendengar keheningan hutan serta gemericik aliran air. Saya bahkan memperhatikan kupu-kupu kecil berwarna kuning yang banyak beterbangan di tepi sungai. Cukup lama kami beristrahat di sana, bahkan enggan untuk melanjutkan perjalanan, namun sayang sekali kami harus pulang. Anak-anak sekolah bahkan sudah malas menunggu kami hehehehe.

Perjalanan pun dilanjutkan, dan ternyata masih jauh, masih ada banyak padang, tepian bukit, kebun warga, kandang-kandang, persawahan, hutan kecil dan rumah-rumah warga. Nah ada satu lagi rumah warga yang menjadi surga ke tiga, saat itu saya yang sudah asik kembali dengan dunia khayal saya pun sudah lebih dulu meninggalkan dua rekan saya di belakang, saya melewati sebuah pagar untuk kandang hewan, seorang  mama tua menyapa saya dari rumahnya, dia berbicara dalam bahasa daerah. Dia bertanya apakah saya baru pulang dari dusun sebelah, karena tenggorakan saya sudah dalam keadaan menyedihkan saya lalu berjalan ke arahnya karena saya tidak bisa berteriak lagi, saya langsung meminta air. Setelah minum saya lalu merebahkan diri di bale-bale depan rumahnya yang sudah ia beri tikar ketika saya datang. Sambil menunggu kedua teman saya, saya lalu bercakap-cakap dengan mama tua itu dengan bahasa daerah karena beliau tidak memahami bahasa indonesia. Ketika melihat dua teman saya, saya memanggil mereka dan benar dugaan saya, mereka pun mendamba surga: air! Mereka lalu minum dan beristrahat sejenak, saya pun menjadi penerjemah lokal untuk peneliti kami yang ingin berbincang-bincang dengan sang mama tua itu. Usai beristrahat kami lalu melanjutkan perjalanan, masih cukup jauh perjalanan yang kami tempuh, namun ketika kami berhasil mencapai rumah tujuan kami, kami pun langsung rebah di bale-bale rumah itu sambil menghembuskan nafas lega yang menyenangkan.

Saya pikir itu adalah perjalanan saya yang pertama dan terakhir untuk rute yang cukup mengerikan itu, ternyata tidak. Masih ada perjalanan kedua, kali ini dari arah dusun I ke dusun II. Bukan bersama manager area dan peneliti, namun bersama supervisor kami dan seorang teman yang baik hati mau menemani. Perjalanan bukan diawali dari pagi hari seperti perjalanan sebelumnya, namun menjelang siang, saat anak-anak sekolah pulang ke rumah. Namun perjalanan kali ini kami membawa cukup banyak persediaan air minum, karena musim hujan sungai kotor jadi airnya tidak bisa diminum. Perjalanan ini memakan waktu lebih lama, karena kami lebih sering beristrahat. Saat itu saya tidak melewati jalanan ini sambil menghayal dengan dua alasan: yang pertama karena sudah pernah menempuh perjalanan ini saya tidak lagi mengganggapnya menakutkan, yang kedua pemandangannya sedang indah karena semuanya menghijau, dan saya suka hijau! Perjalanan ini tidak kami tempuh lagi untuk pulang karena kami di jemput dari jalur desa Ndapayami pada malam hari usai menempuh berkilo-kilo jalanan untuk mencapai salah satu air terjun desa tersebut karena desa ini memiliki banyak air terjun, namun air terjun yang kami datangi bukan air terjun seperti yang tersebar di facebook akhir-akhir ini. Untuk mencapai mobil itu pun saya harus terseok-seok dengan lumpur dan keringat yang bercampur padahal waktu sudah tengah malam karena mobil terjebak di salah satu jalan yang rusak karena hujan, dan kami harus melangkah ‘anggun’ dengan mengandalkan sisa-sisa kekuatan (saya rasa sisa-sisa kekuatan itu adalah keajaiban) untuk bisa mencapai mobil.

Menempuh perjalanan seperti ini memang sangat melelahkan, kami semua yang sudah melewati ini mengeluhkan hal yang sama, namun dari perjalanan ini saya diijinkan memahami banyak hal yang pada akhirnya makin memantapkan saya untuk menjalani kehidupan saya. Dalam perjalanan ini saya belajar bahwa jika kau sudah putuskan untuk berjalan, maka kau harus pergi, jika kau lelah kau boleh mengeluh tapi jangan berhenti dan kembali, jika kau merasa kakimu tidak sanggup lagi melangkah, istirahatlah, serap energi dari semesta, jika kau merasa ada yang terlampau kejam seumpama matahari di hidupmu, jangan menyumpahi matahari, tabahlah lalu yakinlah bagian semesta lain akan menyejukkanmu seumpama sungai, jangan terlalu takut jika bepergian bahkan jika kau pergi tanpa bekal, Tuhan selalu menyediakan kebutuhanmu dengan cara-cara yang istimewa dan tak terduga.
Selamat menjelajah!

Berikut adalah foto-foto untuk perjalanan pertama, yakni yang dimulai dari dusun II ke dusun I dan ketika pulang ke dusun II.

Perjalanan ke sekolah di mulai
Salah satu pagar yang dilewati, setelah ini ada beberapa pagar lainnya yang harus di lewati.
peneliti dan AM sedang menuruni bukit yang berdebu
masih menuruni bukit
di sebuah hutan kecil
menurun menuju sungai
menuju sungai

tiba di sungai pertama
peneliti bersama anak-anak siap melanjutkan perjalanan menuju sekolah
mulai meninggalkan sungai pertama, mari mendaki
Tinggi ya pak tebingnya hehehehe
smangat pak AM :D
Smangat juga pak peneliti,,,
kereta sederhana buatan anak-anak desa tanggedu untuk mempermudah membawa bawaan mereka
dan setiap hari mereka harus melewati ini
anak-anak SD tanggedu yang tangguh
masih mendaki juga
matahari pagi yang menyambut seusai mendaki sungai pertama
masih melanjutkan perjalanan
lihat anak itu, dia mengambil tasnya yang di simpannya diantara semak-semak sepulang sekolah kemarin hehehe
dan mulai lagi menurun sungai kedua
nah saya belum sampai di sungai, para bocah cantik itu malah sudah di seberang,,,, hehehehe
ayo adik, tetap smangat,,,,
pendakian untuk meninggalkan sungai kedua
masih ada pagar yang haruys dilewati setelah sungai kedua
aaaahhhh bocah-bocah itu,,,, smangatnya LUAR BIASA,,,
HALO MATAHARI,,,,akhirnya berhasil sampai ke atas
itu anak-anak yang sengaja berjalan di belakang kami, mereka pun sudah meninggalkan sungai
eeehhhh masih ada perjalanan lagi,,,,
dan selamat datang di SD tanggedu,,,, Kita SAMPAI,,,,
anak-anak yang masih semangat bermain, sebagiannya bahkan anak-anak yang baru saja melewati perjalanan panjang
nah ini perjalanan pulang, mulai menurun menuju sungai
 
















pak Area Manager dan Peneliti yang masih smangat hahahhaha


Berikut adalah foto-foto untuk perjalanan kedua, yakni yang dimulai dari dusun I ke dusun IIdan ketika mengunjungi air terjun (bukan air terjun yang akhir-akhir ini lagi tenar di media sosial. tanggedu punya beberapa air terjun hehehehehe)

supervisor dan seorang teman serta beberapa anak-anak SD tanggedu dalam perjalanan melalui padang yang hijau
maju selangkah dan langsung menuruni tebing untuk menyebrang sungai. catatan: tebing di musim hujan sangat licin. perlu hati-hati level extra

sempat gerimis dan anak ini menggunakan plastik bening itu sebagai mantelnya. baju seragamnya diisi dalam tas, dan ia memang tidak memiliki sepatu :) 
supervisor saya kecapaian hehehehehehe beliau pasrah saja ketika terjebak semak, smangat pak,,,,

perjalanan pun dilanjutkan,,,
istirahat sejenak. yang minum air itu adalah saya hahahhaha foto iniu diamil salah satu anak SD menggunkan hp saya

wahhh masih smangat ya,,,,
melewati sawah-sawah ini, para bocah malah makin semangat,,,, mereka bahkan berjalan sambil bernyanyi,,,
sampai juga di rumah tujuan
 
perjalanan di lanjutkan, sekarang menuju air terjun


sebelah kanan ada selokan kecil dan dinding tebing, sebelah kiri jurang. mari melangkah hahahhaha (iya, kami semua meninggalkan sendal di rumah warga)
jalanannya licin, maklum musim hujan


untung kayunya cukup kuat dan lebar hehehehe

setelah menuruni tebing yang licin, sampai juga


ini salah satu bagian air terjunnya

dan ketika puloang, hari sudah sore, dan ini yang saya dapati di atas bukit sesaat sebelum rebah di bale-bale rumah tujuan kami.



 Foto-foto ini sebagian besar saya yang mendokumentasikannya, beberapa yang kebetuloan ada wajah atau sosok saya dalam perjalanan kedua di dokumentasikan oleh anak-anak SD tanggedu dan seorang teman.

Demikian sebuah cerita singkat yang mungkin menghabiskan banyak waktu kalian untuk membaca. 































Komentar

  1. Wow, makasih sudah dituliskan pengalamannya di sini. saya menikmati sekali sewaktu membacanya. salut dan kagum saya untuk bocah2 Tanggedu. Btw, kalo foto2nya itu dirapikan sepertinya lebih baik, iya tak..? :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI