STRATEGI CERDAS KESEHATAN MASYARAKAT (SEBUAH CATATAN SINGKAT)
Kesehatan masyarakat
adalah sebuah kebutuhan penting yang tidak bisa diabaikan mengingat tingginya angka
kesakitan dan kematian yang menimpa penduduk Indonesia. Perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia telah diawali oleh pemerintahan Gubernur Jenderal
Daendels yang melakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan pada
tahun 1807, selain itu serangan wabah kolera dan pes yang terjadi pada zaman penjajahan
belanda menuntut pengambil kebijakan pada saat itu untuk segera merumuskan
upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Namun pada masa modern ini, penyakit yang
menghantui masyarakat bukan hanya kolera dan pes melainkan banyak penyakit
menular mau pun tidak menular lainnya yang membutuhkan strategi-strategi cerdas
untuk dapat memutuskan mata rantai penyebarannya dan mencegah tingginya prevalensi
penyakit tersebut.
Kesehatan masyarakat
adalah ruang untuk mempelajari dan mendalami strategi-strategi cerdas tersebut.
Keistimewaan dari ilmu kesehatan masyarakat yang menarik adalah kenyataan bahwa
ilmu kesehatan masyarakat merupakan kombinasi antara teori dan praktek, antara
ilmu dan seni. Sejak duduk dibangku perkuliahan mahasiswa kesehatan masyarakat
dituntut berpartisispasi dalam berbagai aktivitas, tidak saja aktivitas
akademik yang terjadi dalam proses belajar mengajar atau pun menelusuri
buku-buku atau jurnal kesehatan namun juga mahasiswa dituntut untuk berperan
dan mengambil bagian dalam berbagai praktek di tengah masyarakat baik yang
dilakukan sebagai bagian dari kurikulum kampus seperti praktek belajar lapangan
atau PBL (di tempat kuliah saya dulu PBL diadakan selama tiga semester), Kuliah
kerja nyata atau KKN, dan magang, mau pun sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
organisasi-organisasi yang berhubungan dengan kesehatan di mana mahasiswa
tersebut bergabung. Kegiatan organisasi ini biasanya meliputi kemah kerja bakti
masyarakat atau KKBM yang biasanya diadakan hingga ke pelosok-pelosok desa dan
diadakan hampir setiap tahun oleh organisasi mahasiswa di kampus dengan tujuan
utama melakukan tindakan preventif dan promotif di tengah masyarakat, seperti
penyuluhan berbagai masalah kesehatan di sekolah-sekolah atau pun tempat-tempat
ibadat, kerja bakti bersama masyarakat, penghijauan, bekerja sama dengan
instansi terkait untuk melakukan pengobatan bersama dan berbagai seminar yang
dapat menambah kekayaan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa itu sendiri.
Pengalaman mengkombinasikan
teori dan praktek merupakan modal bagi seorang lulusan kesehatan masyarakat
untuk dapat memaksimalkan perannya di tempat ia ditugaskan karena mereka
memiliki tanggung jawab untuk mencegah perkembangbiakan penyakit mau pun
menjaga kesehatan masyarakat agar tetap terjaga. Hal inilah yang merupakan
salah satu tantangan yang dihadapi oleh lulusan-lulusan jurusan kesehatan
masyarakat. Pasalnya mempengaruhi kelompok masyarakat untuk dapat merubah pola
pikir dan perilakunya merupakan hal yang sulit meski pun itu untuk tujuan
kesehatan mereka sendiri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kuatnya pengaruh
kebiasaan yang telah berlangsung sangat lama dalam kehidupan masyarakat
sehingga kadang masyarakat mengalami ketidaknyamanan untuk merubah pola pikir
dan perilaku mereka ke arah yang lebih baik bahkan jika itu demi kesehatan mereka.
Sumba Timur dan strategi cerdas
mengatasi masalah sanitasi
Sumba timur adalah salah
satu kabupaten dari empat kabupaten yang berada di pulau sumba yang merupakan salah
satu pulau di NTT yang pengaruh kebudayaan masih terasa dalam kehidupan
masyarakatnya, khususnya di wilayah pedesaan dan terkadang tanpa disadari hal
ini mempengaruhi respon masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang ada
termasuk yang berhubungan dengan kesehatan. Ada pun di wilayah perkotaan
masalah kesehatan yang dihadapai tidak sekompleks di desa. Kompleksitas
permasalahan yang dihadapi di wilayah pedesaan membutuhkan perhatian khusus dan
lebih, dari pelaku kesehatan masyarakat terutama masalah sanitasi. Sanitasi yang buruk merupakan wajah buruk yang
dapat ditemukan jika menelusuri data kesehatan di sumba timur.
Sebagai seseorang yang
pernah melakoni pekerjaan sebagai pendamping lapangan (PL) di sebuah yayasan di
sumba timur, penulis memiliki pengalaman yang cukup menggelitik terkait kesehatan
masyarakat di wilayah sumba timur. Program itu merupakan kerja sama antara
Yayasan Pahadang Manjoru sumba timur dengan uniceff. Penulis mengisi posisi
yang kosong, setelah sebelumnya program ini telah berjalan didampingi oleh
tenaga senior di yayasan ini.
Ada dua belas kecamatan
yang didampingi untuk program ini, namun hingga akhir tahun 2015 hanya satu
kecamatan yang berhasil mendeklarasikan wilayahnya sebagai wilayah bebas buang
air besar sembarangan atau ‘bebas tai wewar’ dalam bahasa daerah. Kecematan
tersebut adalah kecamatan kahali.
Penulis mendapat tugas
di kecamatan lewa tidahu, sekitar 60an km jauhnya dari kota waingapu. Rata-rata
perjalanan biasa saya tempuh dengan waktu sejam lebih, hal ini di sebabkan
jalan yang meliuk-meliuk membuat laju motor harus dalam keadaan terkendali,
belum lagi menjelajah desanya yang juga membutuhkan kesabaran untuk melewati
jalanan rusak, belum diaspal, menurun dan mendaki. Kecamatan itu memiliki enam
desa yang semuanya harus didampingi. Namun sebagai pendamping lapangan penulis
tidak sendiri, masing-masing desa telah memiliki tim STBM desa dan tim STBM
kecamatan yang melibatkan tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama,
babinsa, aparatur desa, dan sanitarian
puskesmas.
Dari hasil berbagi
pengalaman sesama PL yang biasa dilakukan pada akhir bulan dalam bentuk sharing
bersama yayasan dan semua PL penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ada beragam
permasalahan yang ditemui masing-masing PL. Selain medan yang jauh dan susah
ditempuh karena belum diaspal, menurun yang curam dan tanjakan yang tinggi,
jalanan berbatu lepas dan berdebu, masalah paling menarik buat penulis adalah persoalan
strata sosial pun mempengaruhi aktivitas kerja petugas lapangan. Poin terakhir
yang saya tuliskan tadi membutuhkan lebih dari sekedar ketangguhan menghadapi
medan yang sulit, hal ini membutuhkan kecerdasan berpikir dan keterampilan
berkomunikasi yang baik agar dapat memberikan pengaruh positif bagi masyarakat.
Masih dari hasil
diskusi yang sama, selain giat melakukan pemicuan di masing-masing desa bahkan
hingga tingkat dusun, melakukan monitoring yang teratur serta melakukan
pertemuan bulanan bersama masyarakat, beberapa teman bersama sanitariannya
dengan cerdas mensiasati keadaan dengan cara-cara yang dapat diadaptasi dengan
mudah, seperti menggunakan bendera hitam dan putih di halaman rumah masyarakat.
Adapun bendera berwarna hitam bertujan untuk menunjukkan siapa pun yang melihat
berdera tersebut akan mengetahui bahwa keluarga pemilik rumah belum memiliki
jamban dan bendera putih menunjukkan hal yang sebaliknya yakni keluarga yang
memasang bendera tersebut telah memiliki jamban keluarga. Hal ini dilakukan
untuk menimbulkan efek malu dan jera pada keluarga yang belum memiliki jamban
karena dengan adanya cara seperti itu akan ketahuan mana yang belum memilki
jamban dan mana yang sudah memiliki jamban. Perasaan malu itu tentu akan
memotivasi pemilik rumah agar berusaha membuat jamban sehingga mengganti
perasaan malu dengan kebanggaan karena sudah memiliki dan menggunakan jamban.
Cara ini berhasil di kecamatan yang telah melakukan deklarasi, dan mulai
diadopsi kecamatan lain. Semoga bisa melahirkan kecamatan-kecamatan yang siap deklarasi
‘bebas buang air besar sembarangan’ ke depannya.
Masalah lain yang
dihadapi adalah ketersediaan air bersih yang mempengaruhi minat masyarakat
untuk membuat jamban. Namun fasilitator yang melatih tim stbm kecamatan dan
desa untuk melakukan pemicuan dan membantu proses pendampingan (khusus
kecamatan Letis di lakukan oleh Trian Mali, SKM) berhasil menggugah semangat
dan optimis masyarakat setalah mengatakan bahwa toh sekali pun tidak memiliki
air bersih tetap saja kita melakukan aktivitas membuang air besar, yang harus
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit adalah memfokuskan tinja pada satu
titik yakni lubang pembuangan dan ini tentu saja bisa dilakukan dengan air
dalam jumlah yang sedikit bahkan tanpa air tentu saja setelah menggali lubang
pembuangan, membuat celah tempat pembuangan, mendirikan dinding sederhana (bisa
menggunakan gedek bambu, bekas spanduk, daun kelapa yang disusun rapi dan
bahan-bahan lain yang mudah didapatkan di desa), dan bila memungkinkan membuat
atap yang juga sederhana.
Masalah lain seperti
medan yang berat karena tempat yang jauh, tidak terdapat listrik atau pun
sinyal, jalanan rusak bahkan belum sempat diaspal (berdebu saat kemarau dan
licin saat hujan), jalanan dengan turunan dan tanjakan yang mengitari bukit
(pada salah satu desa yang saya datangi saya dipesan seperti ini: usahakan rem
motornya bagus dan motornya cukup bertenaga untuk mendaki. ketika menurun saya
memboncengi teman dan ketika mendaki saya menyuruh teman saya menumpang dengan
motor pak babinsa/bantara bina desa yang kebetulan ikut bersama kami memantau
keadaan jamban di desa tersebut. Nyali saya belum cukup kuat saat itu.), dan
masih banyak masalah terkait medan yang dihadapi tapi saya pikir tidak perlu dibahas
lebih mendalam karena bagi saya, seorang sarjana kesehatan masyarakat sudah
siap untuk itu. Seorang sarjana kesehatan masyarakat sudah ditempa dan
disiapkan untuk mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat guna menemukan
solusi yang tepat sasaran dari berbagai masalah kesehatan di masyarakat. Untuk menemukan
solusi itulah seorang sarjana kesehatan masyarakat harus terjun dalam kehidupan
masyarakat itu sendiri, bergaul bersama masyarakat, dan memaknai cara hidup
masyarakat dengan bijak. Seorang sarjana kesehatan masyarakat yang tangguh
telah siap di mana pun ia ditempatkan bahkan jika tempat itu adalah tempat yang
asing baginya, bahkan ia harus tinggal di tempat itu untuk waktu yang lama.
Karena itulah kecerdasan memahami masalah yang berkembang di masyarakat dapat
membuat seorang sarjana kesehatan masyarakat menemukan strategi yang tepat
sasaran untuk membantu memperbaiki derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih
baik sehingga keberadaan seorang sarjana kesehatan masyarakat di suatu tempat
dan pada jangka waktu tertentu tidak menjadi sia-sia.
Selamat menjelajah!
Salam
Diana D. Timoria, SKM
Komentar
Posting Komentar