GELIAT KEBERSAMAAN OMK PAROKI SANG PENEBUS- WARA DAN OMK STASI-STASINYA
Senja di samping gereja stasi kilimbatu sesaat sebelum novena keempat dimulai. |
Tulisan tentang Orang muda katolik yang kemudian akan saya singkat OMK
ini merupakan sebuah tulisan yang bisa saja kau abaikan jika sedang sibuk,
karena ini hanya sekedar tulisan biasa dari apa yang kebetulan saya alami
akhir-akhir ini.
Sebelumnya (penting untuk diketahui) saya bukanlah seorang pemudi
yang begitu aktif dalam kegiatan gereja apalagi dalam skala paroki, pasalnya
sejak dulu saya hanya terlibat dalam kegiatan stasi saja (kecuali koor, sejak
saya sadar suara saya bisa bikin orang lain menyesal memiliki telinga hahahaha).
Keterlibatan saya pun di stasi tidak banyak, apalagi setelah beralih menjadi ‘OMK’.
Ketika masih temu minggu dulu saya pernah terlibat dalam kegiatan cerdas cermat
di paroki (jangan tanya saya juara berapa, saya lupa!), menjadi dirigen untuk
lagu anak-anak (ini yang ketua OMK mauliru periode sekarang masih mengingatnya
sampai sekarang dan tingkat kejengkelan saya meningkat drastis setiap kali
teman-teman ‘seangkatan’ temu minggu dulu mulai mengingat tentang ini dan
teman-teman yang akhir-akhir ini kenal baik dengan saya pasti paham kenapa saya
bisa saja ‘murka’ karena ini), menjadi penari dalam beberapa acara stasi (hanya
ketika menjadi temu minggu saja, setelah itu saya ‘pensiun dini’ hehehehehe), dan beberapa kegiatan lainnya.
Ketika kuliah di kupang pun (saya baru setahun pulang ke sumba) saya
tidak terlalu terlibat dalam kegiatan OMK (demi menghindari koor hehehehe),
saya hanya terlibat dalam organisasi kampus seperti Keluarga Mahasiswa Katolik Santo
Thomas Aquinas FKM Undana (bukannya organisasi ini tidak ada koor tapi di organisasi
ini, orang-orang yang memiliki suara sejenis suara saya memiliki ruang
tersendiri). Selain itu saya juga dididik dalam asrama susteran Stela Maris
Kupang dan itu membuat saya merasa cukup untuk bekal rohani saya, selebihnya
saya melalang buana ke beberapa kelompok yang lebih bersifat sosial (tidak ada
keharusan nyanyi-nyanyi = kemerdekaan versi diana timoria hehehehehe).
Nah, tentang OMK paroki Sang Penebus juga OMK stasi-stasi lainnya
dalam paroki ini, saya pikir saat ini sedang terjadi peningkatan eksistensi OMK
itu sendiri dalam kehidupan gereja di paroki Sang Penebus Wara. Saya sendiri
belum berani memberikan pernyataan yang terkesan sebagai sebuah penyataan final
untuk perjalanan OMK ini. Saya hanya sekedar
ingin berbendapat bahwa akhir-akhir ini, kira-kira semenjak terbentuknya
kepengurusan OMK yang baru saya mulai ‘mengenal’ OMK lebih dari sekedar
teman-teman di lingkup OMK stasi saya sendiri, stasi Santa Monika Mauliru.
Penting untuk diingat: saya tidak bermaksud menilai kepengurusan OMK sebelumnya
karena seperti yang saya bilang tadi bahwa saya baru setahun kembali dari
perantauan dan sama sekali tidak mengetahui seperti apa ‘wajah’ OMK sebelumnya.
Saya hanya sekedar menuliskan apa yang saya alami. Namun, pendapat saya tadi
juga senada dengan pendapat beberapa teman yang telah lama berkecimpung dalam
dunia OMK di paroki ini.
Diawal kepengurusan dulu, pelantikan para pengurus OMK baik tingkat
paroki maupun stasi serentak diadakan di pantai puru kambera (kecuali stasi
lambanapu yang telah dilantik lebih dulu, namun tetap terlibat dalam kegiatan
pelantikan itu). Dua hari yang lalu saya baru saja mengikuti doa novena ke
empat yang diadakan di stasi kilimbatu Kawangu dalam rangka persiapan IYD di
Keuskupan Manado nanti, sebelumnya yang pertama diadakan di paroki Sang Penebus
Wara, yang kedua dilaksana di stasi Lambanapu dan ketiga diadakan di stasi Mauliru.
Yang kelima nanti akan diadakan di stasi mayela Kawangu. Beberapa saat
menjelang paskah yang lalu juga diadakan sebuah rekoleksi bersama di stasi
kilimbatu Kawangu -yang seperti novena-, rekoleksi ini juga melibatkan semua OMK
baik dari paroki maupun stasi-stasi (kedepannya saya berharap rekoleksi ini
bisa lebih baik lagi, saya sedikit menyesal dengan tema dan pemateri
semenarik yang lalu, rekoleksi itu
terkesan ‘lewat’ begitu saja, maap! Hehehehe). Selain itu juga ada pementasan
tablo yang melibatkan perwakilan dari OMK-OMK stasi juga (lagi-lagi saya
berharap tablo tahun depan bisa lebih baik dari tahun ini. Ini bukan sekedar
harapan formalitas semata tapi ini karena tablo yang lalu saya ikuti dari awal
sampai akhir dan menemukan beberapa ‘kejanggalan’ yang harus diperbaiki dan
beberapa ‘potensi’ yang harus dikembangkan.)
Rentetan kegiatan di atas sejujurnya membuat saya ‘betah’ dalam
lingkaran OMK yang awalnya saya pesimis akan stabilitas keterlibatan saya. Hal
yang membuat saya pada akhirnya melihat OMK sebagai wadah yang baik bagi saya
adalah kesempatan dan ruang yang disediakan untuk melibatkan OMK-OMK stasi meski
pun belum maksimal. Pada dasarnya saya tidak meragukan eksistensi OMK-OMK stasi
itu sendiri, saya percaya di ruang mana pun masing-masing OMK bisa membuktikan
keterlibatannya dalam aktivitas gereja, hanya saja dalam ruang yang tercipta
akhir-akhir ini saya pikir memang baik adanya sebagai ruang pembinaan bagi OMK karena
di ruang itu OMK-OMK stasi sebenarnya sedang belajar keluar dari zona nyaman mereka yakni
stasi mereka sendiri. Masing-masing OMK, baik paroki dan stasi sedang belajar
mengenal ruang lain yang selama ini mungkin hanya sebatas mereka dengar. Namun
sekarang mereka semua saling mengunjungi. Sejujurnya saya sendiri juga
merasakan imbas dari hal ini, saya yang sebelumnya hanya mengetahui letak
paroki dan stasi saya sendiri kini lebih mengetahui titik keberadaan stasi
lainnya seperti Lambanapu dan Kilimbatu dan selanjutnya stasi-stasi lainnya. Dan
saya bersyukur untuk hal ini. (letak stasi kambaniru yang belum saya ketahui
sampai saat ini adalah kenyataan yang bikin saya luka batin hehehhehe lebay,
padahal hampir tiap hari saya lewat kambaniru bahkan ada banyak teman-teman
saya di sana hehehehe).
Dalam berbagai kebersamaan yang terjadi selama ini, saya melihat
pada akhirnya OMK sadar bahwa ‘mereka tidak sendiri’. Bahwa OMK paroki tidak
sendiri, bahwa OMK stasi tidak sendiri. Tapi semua OMK adalah satu kesatuan.
Kita berbaur walau pun awalnya canggung, kita berkenalan walau pun awalnya
malu-malu, kita tertawa dan bercanda walau pun awalnya semua terasa asing.
Sadar atau tidak kita sebenarnya sedang menuju pada satu bentuk perasaan saling
memiliki satu sama lain, saling bersaudara satu sama lain, kelak mungkin kita
akan saling menguatkan mengingat bagaimana kita masih optimis untuk menjaga
kebersamaan ini.
Hal yang mungkin saya khawatirkan hanyalah ketika momentum novena
IYD ini berakhir nanti, masih bisakah kegiatan-kegiatan serupa diadakan?
Minimal kegiatan yang dilakukan sebulan sekali itu, bukan sekedar rekoleksi
yang mungkin diadakan dua kali setahun. Saya pikir ini tantangan tersendiri
bagi semua anggta OMK, bagaimana pada akhirnya kebersamaan yang sudah diawali
dengan begitu baik ini tetap terjaga atau bahkan ditingkatkan. Jangan sampai
kita hanya terjebak dalam momen-momen yang ‘musiman’ lalu kembali menjadi orang
muda yang kaku dan gagal paham soal kebersamaan yang sesungguhnya. Namun saya
percaya, dengan semangat kebersamaan yang ada, para anggota OMK pasti memiliki
banyak cara untuk tetap mengadakan kegiatan yang bermanfaat baik bagi pribadi
masing-masing maupun bagi OMK sebagai kelompok kaum muda.
Harapan saya, kedepannya semoga bisa diadakan satu bentuk kegiatan
di mana kebersamaan yang ada lebih dari sekedar datang, berdoa, istrahat dan
bercerita sejenak, lalu pulang (sungguh, kegiatan yang seperti itu tidaklah
buruk, bahkan saya menikmatinya sama seperti kegiatan-kegiatan yang telah
terjadi namun alangkah lebih baik jika beberapa kegiatan di desain dengan matang
agar kebersamaan yang terjadi bisa lebih ‘berisi’). Kegiatan yang memungkinkan
kita untuk medengar suara-suara yang mungkin selama ini diam tapi sebenarnya
menyimpan pesan yang menguatkan. Kegiatan yang bisa memberi ruang bagi kita
untuk lebih mendengar ‘hati’ rekan-rekan OMK kita dan memberi kita ruang untuk
bisa saling menguatkan atau memotivasi. Kegiatan yang membuat kita paham bahwa
setiap OMK punya keistimewaan sendiri. Kegiatan yang bisa membuat kita ‘hadir’
di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang pada akhirnya mampu mengantar kita
pada satu bentuk rasa syukur karena kita merasakan kehadiran Tuhan lewat pribadi-pribadi
yang memilih OMK sebagai wadah untuk membina kerohanian mereka. (maaf, saya
jenis manusia yang suka berharap hahahaha)
Sebagai penutup tulisan ini saya mau mengatakan MAAF jika ada salah
kata yang pada akhirnya kurang memuaskan. Dan SALUT untuk semua OMK paroki Sang
Penebus- wara juga OMK yang tersebar di berbagai stasi, yang hingga saat ini
masih bersemangat untuk menonjolkan hidungnya eh salah maksudnya masih masih
bersemangat untuk terlibat hehehehehe
Sekian.
Salam
Diana timoria
OMK yang lebih sering tampil berantakan hehehehe
Mauliru, april 2016
ps: foto senja diatas didedikasikan khusus
untuk kk Mya yang protes karena saya foto tapi tidak ajak beliau hehehehehe
padahal saya hanya taputar tidak jelas di samping gereja untuk ambil foto ini
dan berhasil membingungkan beberapa OMK kilimbatu hehehehe
Komentar
Posting Komentar