TENTANG SEBUAH RASA
Pantai Walakiri-Sumba Timur |
Saya
mengakuinya, banyak hal yang sudah saya lewatkan begitu saja dengan hanya
terpaku pada satu titik. Titik dimana saya berusaha bertahan dan betah selama
saya mampu. Meski banyak dari para sahabat sudah meminta saya untuk beranjak
dari sana, bukan sekedar meminta dengan sopan, mereka bahkan sudah meneriaki
saya.
Tapi
saya bertahan.
Mungkin
itu kesalahan kesekian yang saya lakukan setelah rentetan kesalahan saya
lainnya yang saya buat diwaktu-waktu yang lampau. Ada satu kesamaan antara
kesalahan-kesalahan itu: saya tidak pernah mau mengakuinya sebagai kesalahan. Sebaliknya
saya malah menjadikannya pembenaran dari tumpukan-tumpukan perbuatan bodoh saya
seperti menunggu dan merindukannya sepanjang waktu.
Itu
bodoh, dan saya mengakuinya.
Saya
memang bukan perempuan yang mahir menyembuhkan luka, saya bukan perempuan yang
mahir untuk beranjakkan pergi setelah sekian banyak penolakan sopan darinya,
tidak dia tidak pernah menolak, dia hanya tidak pernah menerima saya. Ah
Pernah! Sekali, setelah itu dia pergi.
Tapi
dia lupa memulangkan perasaan saya ketika sekali itu dia menerimanya.
Sekali
saja hati kami pernah bertaut, singkat tapi erat.
Sekali
saja kami pernah bahagia karena berbagi, sedikit tapi berharga.
Sekali
saja kami pernah membicarakan cinta, tak lama tapi membahagiakan.
Sekali
saja kami pernah berjabatan tangan dan saling menatap, sekejap tapi menjebak.
Sekali
saja aku pernah mencintainya dengan teramat setia, lalu tak tahu lagi bagaimana
cara berhenti mencintainya.
Lalu
sekarang, seperti dihantam ribuan tetes hujan dalam waktu singkat, saya telah
mendapati diri saya terjebak dalam kuyup
yang menggigilkan ketika sekejab saja saya mendapati sesosok gadis dalam bola matanya.
Dan
saya memilih pergi.
Tapi
ketahuilah (meski dengan susah payah), saya akan menyimpan dan menjaga cinta
ini sebaik mungkin, lalu memberikannya pada seseorang yang saya percaya akan
menerimanya dengan hati bahagia seperti saya pun bahagia menerimanya.
....................................................
Saya menuliskan catatan sekaligus janji ini
sekitar tiga tahun lalu dan kini saya bahagia ketika mendapati hati saya bukan
lagi menuju dia tapi kau, seutuhnya!
*untuk
kau: terima kasih untuk selalu menyapa saya ‘Rambu’.
Komentar
Posting Komentar