CATATAN KECIL TENTANG ‘PARAMPUAN PUNG CARITA’


 Pameran foto para perempuan NTT di Forjes café.



Tulisan ini mungkin terkesan terlambat, tapi saya berharap tidak basi hehehehe. Kejadian dalam tulisan ini sudah berlangsung dua hari sebelum saya memposting tulisan ini. Saya tidak bermaksud menunda memposting tulisan ini namun saya sengaja melakukannya di hari istimewa ini. Hari istimewa bagi seorang perempuan, karena hari ini kita memperingati hari perempuan internasional. Sebagai seorang perempuan, saya tidak ingin ketinggalan untuk mengambil bagian dari perayaan besar ini meski pun hanya melalui tulisan singkat ini. Tulisan tentang segelintir perempuan NTT yang ‘berani’ tampil melalui karya mereka dalam bentuk foto yang ditampilkan dalam pameran foto di Forjes café.
Hujan mengguyur seadanya di kota karang, sebuah angkot yang saya dan seorang teman asrama tumpangi tidak menurunkan kami tepat di tempat tujuan kami. Kami masih harus berjalan beberapa meter jauhnya. Ketika melintasi jalan itu, mata saya tertuju pada sebuah papan nama: ‘Forjes café’. Saya pun teringat sebuah postingan di fb seorang teman saya, kak dicky senda tentang pameran foto yang akan di adakan di forjes café ini. Pameran foto ini bertemakan ‘Parampuan Pung Carita’. Beberapa hari yang lalu saya memang niat sekali ke sini, hanya saja keinginan itu belum tersampaikan, karena beberapa alasan. Namun sore itu, ketika melihat café itu, saya seperti berat jika hanya melewatinya begitu saja, apalagi di depannya ada pajangan poster menarik yang menggoda tentang pameran tersebut. Setengah memaksa saya mengajak teman seperjalanan saya untuk masuk ke café itu, untunglah ia menyetujuinya meski pun dengan tatapan menyiratkan pesan agar jangan berlama-lama karena kami masih ada keperluan pada tujuan kami sebenarnya. Saya menyutujui permintaannya dengan menyunggingkan senyum tanda setuju sekaligus berterima kasih.
Saya mendapati duluan pajangan foto di sisi kanan café yang langsung menarik perhatian saya dan melintasi begitu saja sebuah meja kecil yang menyediakan buku tamu. Saya suka melihat bagaimana mereka membidik alam dan hal-hal sederhana lainnya menjadi sesuatu yang mampu memberikan ‘rasa’. Ketika baru melihat beberapa foto itu, saya langsung tahu bahwa keputusan untuk melihat pameran itu adalah keputusan yang tepat.
Mungkin karena saya seorang penggemar kopi dan menyukai hal-hal tentang alam bebas, saya menghabiskan beberapa waktu yang agak lebih lama pada sebuah foto yang menampilkan tangan yang terjulur sambil memegang segelas kopi dengan latar salah satu dari danau kelimutu. Foto itu seolah menegaskan kesan kenikmatan yang di tawarkan alam jika kita mau mendekatkan diri pada alam. Saya merasa seperti diajak oleh sang fotografer untuk memahami keindahan alam dengan cara yang sederhana, apa adanya. Bukankah bagi kita warga NTT kopi bukanlah sesuatu yang asing? Bahkan bukan sesuatu yang mewah, kopi ada diantara berbagai kebersamaan warga NTT, dan sang fotografer mau menunjukkan bahwa selain menikmati kopi bersama keluarga dan teman, kita pun bisa menikmatinya bersama alam, sebab alam pun punya cara tersendiri untuk memberikan kemikmatan pada kita.  foto yang membuat saya kagum itu merupakan hasil bidikan dari seorang fotografer yang  bernama Inda Wohangara.

Selain itu, foto yang menarik perhatian saya adalah foto hasil bidikan fotografer kak Noya Letuna yang berjudul ‘standing, alive’ foto itu menampilkan sepasang kaki bersepatu cewek tepat di pinggir sebuah kolam lengkap dengan ikan yang terlihat berenang indah. Di samping foto tersebut Kak Noya memberikan penjelasan seperti ini: ‘parampuan dan sepatu ibarat waktu dan kehidupan, jika ingin tahu seperti apa seorang perempuan coba pakailah sepatunya. Karena kadang keindahan sepatu parampuan berbanding terblik dengan saat memakainya’. Meski pun saya tipe perempuan yang tidak suka menggunakan jenis sepatu yang terlihat dalam foto tersebut namun saya mengerti bagaimana rasanya menggunakan ‘sepatu’ yang keindahannya berbanding terbalik dengan saat memakainya. Saya setuju dengan kakak Noya, tentang keadaan berbanding terbalik yang kadang tercipta dari sebuah sepatu yang indah jika kita kenakan. Foto ini juga mengingatkan saya pada sebuah percakapan dalam sebuah film korea, seorang tokoh pernah berkata: ‘sepatu yang indah akan membawamu ke tempat yang indah’. Namun tentu saja, tempat indah itu tidak mudah untuk dicapai, dan sebuah sepatu, mampu menghadirkan cerita perjuangan itu dan jika ingin mengetahui kisahnya cobalah untuk kenakan sepatu itu. Bagaimana pun juga saya seperti merasa kak Noya mau mengatakan bahwa jangan hanya menebak seorang perempuan dari penampilannya. Titik keindahan yang ditampilkan seorang perempuan kadang merupakan hasil dari jatuh bangun dan keadaan tidak nyaman mengenakan sepatunya. Sederhananya, seorang perempuan yang terlihat cantik, anggun dan mempesona bisa jadi menyembunyikan satu bentuk perjuangan dan pengorbanan yang untuk bisa menampilkan kesan indah tersebut. Salah satu cara untuk bisa mengetahui tentang perjuangan itu adalah dengan menggunakan sepatu perempuan itu. Dengan kata lain, kita diajak untuk turut masuk dalam kehidupan seorang perempuan untuk bisa mengenal dan merasakan perjuangannya, bukan sekedar melihat.
Foto-foto lainnya juga tak kalah menarik, mereka mampu membidik hal-hal sederhana, hal-hal yang sempat terabaikan, moment yang lebih sering tidak kita pedulikan, mereka mampu menyentuh perasaan yang menikmati foto itu, saya menduga mereka pun menikmati proses membidik yang mereka lakukan. Ada perasaan senang melihat foto-foto ceria yang mereka tampilkan seperti anak kecil yang berlarian sambil mandi hujan (mengingatkan saya tentang masa kecil saya yang menyenangkan), ada perasaan damai ketika melihat seorang wanita yang sudah tidak muda lagi menyisir rambut seorang perempuan yang jauh lebih tua darinya, ada perasaan haru melihat foto yang hanya menampilkan wajah dan ekspresi seorang bocah perempuan, ada perasaan tersentuh melihat foto seorang ibu sederhana yang menggendong anaknya dengan latar sebuah tembok yang sudah di coret dengan pilox yang menampilkan kata tegar, ada perasaan rindu ingin ‘pulang’ yang begitu kuat ketika melihat potret seekor kuda yang sedang berlari (betapa saya ingin kembali ke tanah sumba, tempat derap kaki kuda lebih sering saya dengar) dan masih banyak perasaan lainnya saat melihat hasil bidikan yang memenuhi dinding café. Para perempuan yang mencintai fotografer itu bercerita dengan cara mereka sendiri tentang keajabian yang bisa di dapatkan dari sebuah kamera. Masing-masing dari mereka punya definisi sendiri tentang mencintai dunia fotografi. Beberapa yang bisa saya kutip dari sebuah papan yang menampilkan profil singkat tentang para fotografer adalah sebagai berikut bagi Helga Ndoen, seorang fotografer yang berprofesi sebagai dosen di kota kupang,’fotografi adalah dokumnetasi, mencatat dan menyimpan pengalaman dan hal-hal yang terlihat dalam bentuk dua dimensi. Saya suka dengan fotografi karena ada ekspresi/emosi yang bisa ditangkap (terutama saat objeknya tidak menyadari ada kamera yang mengawasi), juga karena ada moment-moment yang bisa di jadikan kenangan besok,besoknya.’ Selain itu, None Dangu, seorang pegawai dari sumba mengungkapkan dengan singkat bahwa ‘fotografi itu gampang, semua orang mampu membuat foto yang baik dan berkualitas’.
Saya mengapresiasi pameran yang diadakan sekolah MUSA ini. Bagi saya ini kesempatan bagi para perempuan untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa memaknai dan berbagi  keindahan fotografi. Semoga kedepannya, kegiatan sejenis ini tetap diadakan dan mampu melibatkan lebih banyak lagi perempuan NTT lainnya. saya yakin dan percaya, di luar sana, masih banyak perempuan NTT yang bisa membidik kesederhanan, keindahan, perjuangan, dan sebagainya untuk bisa dibagikan kepada sesama. Semoga sekolah MUSA dan Forjes café bisa menjadi tempat untuk mewujudkan mimpi ‘membagikan’ keindahan dari para perempuan NTT. Apalagi NTT punya banyak kisah lain tentang ‘perempuan’ seperti yang sedang marak saat ini yakni kekerasan terhadap perempuan atau perdangan orang. Dengan harapan keberlajutan kegiatan ini saya berharap makin banyak kisah yang bisa terangkat melalui objek bidikan kamera para fotografer ini. 
Saya juga ingin menyampaikan selamat merayakan hari perempuan internasional bagi para perempuan di seluruh dunia, untuk para perempuan di  Indonesia, untuk para perempaun NTT, dan paling istimewa untuk perempuan terhebat dalam hidup saya: mama.
Kepada para fotografer yang karyanya dipamerkan dalam pameran ‘parampuan pung carita’ secara khusus saya ucapkan: selamat hari perempuan internasional. Kalian luar biasa!

Bagi yang belum sempat mendatangi dan menikmati pameran tersebut, saya dengan sangat senang merekomendasikan kegiatan pameran ini agar bisa dinikmati jika punya waktu luang, sebelum pamerannya berakhir. Saya yakin, kalian tidak akan kecewa seperti saya dan seorang teman saya

Salam.





Komentar

  1. Terimakasih kk diana.. Jadi tersipu malu baca tulisannya ttg beta pung foto.. :")

    BalasHapus
  2. hehehe sama-sama kk,,,, foto itu OKE skali kk,,,,, keren,,, :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TENTANG MENYUKAI SEORANG FRATER

BENTANGAN LANGIT SIANG HARI