SANG PENULIS
Sinar
di sekelilingmu terlampau menyilaukan. Namun mataku tetap kubuka, tidak ingin
melewatkan setiap gerak yang kau pertontonkan di panggung megah itu. Entah
kenapa, meski kutahu di sekelilingku gaduh, namun suaramu terdengar terlalu nyata
di telingaku. Tidak satu kata pun terdengar kabur dalam lafalanmu. Bahkan, deru
nafasmu yang memburu nada terdengar jelas di telingaku. Tanpa sadar, pikiran
dan hatiku pun terfokus pada syairmu, lagumu dan padamu.
Setahun
lalu.......
“Neza,
tolong aku donk.”
“Apaan?
Jangan sekarang ya, aku sibuk.”
“Masa
aku minta tolong sekarang untuk dibantu tahun depan, tolong sekarang ya, please.”
“Tolong
apa?”
“Buatkan
aku syair lagu dong.”
“Ha?”
“Kamu
kan jago nulis puisi.”
“Puisi
dan lagu kan beda.”
“Tapi
kan mirip, iya ya, mau ya, please,,,,,”
“Aku
sibuk.”
“Sibuk
apaan?”
“Benerin
lemari yang rusak, perbaki atap yang bocor, cat pagar, gali sumur, bikin
kandang, jahit jas,,,,,”
“Hahahahaha
makasih ya, kamu memang sahabat yang baik”
“Tapi
aku kan nggak bilang iya.”
“Aku
kenal kamu bukan sejam yang lalu, itu kesibukan palsu yang setara kata iya.”
“Hmmm
dasar konyol,,, butuh kapan?”
“Minggu
depan.”
“Aku
bukan robot lho.”
“Tapi
kan kamu super women.”
“Aku
nggak yakin bisa nulis syair lagu.”
“Aku
percaya kamu bisa.”
“Pembohong karatan.”
“Bukan
bohong, tapi karena aku tahu kamu lebih paham tentang cinta dibandingkan dengan
aku”
“.
. . . .”
Lalu,
dengan di temani bintang malam, aku pun menulis syair ini untukmu, hanya
untukmu. Semoga kamu bisa berada di puncak terangmu, meski aku masih
bersembunyi dalam pekatku.
Hari di mana kita mulai
berjalan
Adalah hari yang
terlupakan
Yang kutahu, ketika
tersandung
Kau menolongku, saat
itulah
Aku sadar kau ada
Aku
tak tahu kapan aku mulai mengenalmu, Roy. Seingatku, sejak aku butuh seseorang,
kau selalu ada untukku. Saat aku diejek teman-teman, kau membelaku. Saat aku
kehilangan satu-satunya boneka yang kupunya, kau menggantinya dengan robot
kesukaanmu. Saat aku hanya punya air untuk bertahan hidup,kau malah memberikanku
roti. Aku tak pernah tau kapan semua dimulai. Bukan tak terekam semua moment
tentangmu, hanya saja kau bukan superhero
yang tiba-tiba muncul dalam satu hari di hidupku hingga meninggalkan kesan yang
kuat. Sebelum aku berbincang denganmu, aku sudah pernah melihatmu. Bahkan
selalu. Jauh sebelum hari kita saling menyapa, wajahmu sudah tak asing lagi.
Kita
sekelas, tapi seolah kita tetangga benua yang tak dapat berkomunikasi. Ada
ruang kosong yang terlampau luas membentang antara kita. Namun tak ada ruang
untuk sekedar menyapa. Rumah kita searah, tapi kita tak pernah jalan bersama
sepulang sekolah. Bagaimana mungkin kita beriringan, kau melaju dengan sedan
ayahmu sedangkan aku harus tertatih dengan sepatu kekecilan, hasil utang ibu
pada seorang penjual yang baik hati.
Anak
penyumbang terbesar di sekolah kita yang kau sandang dan title penerima beasiswa yang merekat kuat padaku adalah spasi semu
yang terlampau nyata untuk kita sadari. Namun, kekosongan itu terisi saat
tiba-tiba penerima beasiswa menjadi tilte
mengerikan yang kusandang. Seperti mimpi buruk yang terus ada, bahkan saat
aku terjaga sekalipun.
Dalam
waktu singkat, aku berhasil membenci kemiskinan yang kupunya, yang dulu selalu
kumaklumi. Aku menyesali keadaan yang hanya memiliki ibu, tanpa ayah. Dalam
waktu singkat pula, tawa di wajahku lenyap, berganti menjadi tangis yang
merupakan tanda kemenangan teman-teman yang mengejekku. Ah, betapa kemiskinan
tersingkirkan. Tak ada tempat untuknya di tengah kemegahan kota.
Hari dimana kita selalu
bersama
Adalah hari yang tak
mungkin kulupakan
Kita melangkah bersama,
berlari bersama
Kita satu pijakan, kau
dan aku
Membangun negeri
dongeng milik kita
Hanya kita yang tahu
kisahnya
Salah
satu kenangan yang selalu kuingat adalah saat kau membelaku. Saat itu, sejam
sudah aku akrab bersama tetesan air mata di sudut ruang kelas lima di sekolah
dasar tempat kita sekolah. Ejekan teman-teman membuat inderaku tak beraksi
dengan baik. Aku serupa tiang. Diam. Basah. Lalu kau tiba-tiba datang, menarik
dengan keras tanganku, saat aku masih berusaha mencerna apa yang terjadi, aku
melihat tangan kirimu membuang sisa air mineral ke teman-teman lainnya. Seisi
kelas terkejut,sedangkan aku lebih dari pada sekedar terkejut, aku senang,
bukan karena melihat mereka basah, tapi karena kau menolongku. Kupikir tak ada
seorang pun yang bersedia menolongku.
Kita
melangkah melewati batas yang selama ini tercipta tanpa kita ciptakan. Kita membangun
sebuah istana sederhana namun luas.
Seluas cakrawala. Mentari menjadi lampion indah, rumput menjadi permadani
sempurna. Dengan kaki kecil kita, kita berlari melintasi khatulistiwa, membasuh
diri bersama siraman hujan. Masa kecil kita adalah kesempurnaan yang paling
sempurna. Kau sahabat terbaikku. Satu-satunya sahabatku. Tempat berbagi cerita
dan mimpi.
Kau
bilang kau ingin menjadi penyanyi. Menikmati syair bersama nada-nada yang indah.
Melodi penyejuk jiwa. Anugerahmu. Tapi katamu itu rahasia. Hanya aku,
cakrawala, rumput dan matahari yang tahu. Waktu kutanya mengapa, kau malah terdiam.
Seolah itu adalah aib yang tak boleh kutahu. Maka aku pun hanya bisa terdiam.
Namun bagimu, yang telah mengenal aku, kau paham bahwa diamku adalah sejuta
rengekan kerontang tanpa air mata. Hingga akhirnya kau bercerita tentang
ayahmu, dan mimpi ayahmu yang inginkan kau menjadi seorang insinyur. Ah, hidup
ini membingungkan, ayahmu yang terlelap, ayahmu yang bermimpi namun kau yang
harus menjadikannya nyata.
Bisakah kau sadari
kehadiranku ?
Bukan untuk sekedar
menghabiskan waktu
kemarin dan hari ini,
Tapi untuk selamanya
Hari-hari
yang penuh warna kita lalui. Bohong jika kukatakan aku tak menikmatinya. Masa
kecil yang bahagia adalah milik kita. Dengan penuh kebingungan kita lewati
bersama masa remaja kita. Ayahmu sempat ingin menyekolahkan kamu ke luar negeri
karena aku yang menjadi sahabatmu. Bukan Tika yang ayahnya anggota DPR atau
Angga yang ayahnya wakil bupati. Tapi kau lebih sering bersamaku. Bagi ayahmu,
aku mungkin adalah sebentuk sampah yang akan mencemari kamu dengan berbagai
jenis virus dan bakteri. Ketakutan itu terbaca jelas ketika ayahmu yang super
sibuk itu mendapati kita berdua sedang bersama, saat kebetulan ayahmu batal ke
London.
Kau
menolak keinginan ayahmu. Saat itu, aku tahu bahwa aku berharga bagimu. Aku
sadar bahwa kau ingin bersamaku. Hadirku mempunyai arti bagimu. Entah kenapa,
semua itu membuatku bahagia, entah bagaimana dengan dirimu.
Tapi, rasanya tidak
adil
Jika ada saat di mana
kau harus pergi
Aku tak mau kau
tinggalkan
Aku tak mau mengakhiri
Hari kisah kita dimulai
Aku tak mau menamatkan
kisah kita
Karena hidupku adalah
tentangmu
Kau
pun melanjutkan kuliah di kota tempat
aku menjadi pelayan restoran yang beberapa hari lalu baru kutahu kalau restoran
itu pun milik ayahmu. Pantas saja ayahmu membenciku.
Diam-diam
aku merasa takut kehilangan kamu. Sejak SD hingga kini hanya kau yang punya.
Sebagai teman, sahabat dan ah entahlah. Sedangkan kau, punya banyak saudara,
teman-teman semasa sekolah dan kuliah. Jujur, aku takut kamu pergi, menamatkan
semua kisah kita. Kisah yang kita rangkai dengan pagi yang sejuk, kita
hangatkan di bawah mentari dan kita bentangkan pada kemilau senja. Pekat tak
pernah mengijinkan kita bersama, itu sebabnya kita tak punya kisah tentangnya.
Kau
mulai mewujudkan impianmu dengan bergabung bersama sebuah band. Tentu saja kau
punya seribu akal untuk mengelabui ayahmu. Itu adalah salah satu hal lain yang
kusuka darimu. Kau cerdik. Semangat meraih mimpimu membuat kau mengabaikn
segala-galanya. Juga waktu yang kita miliki.
Melihatmu
menjadi moment yang langka. Kau sibuk dengan impianmu. Sedang aku, berdiam
dengan kenangan persahabatn kita. Ada apa denganku? Tiba-tiba saja aku merasa
rapuh.
.............................................................................
Kau
memang luar biasa. Perjalanan panjang yang melelahkan kau tempuh dengan
semangat yang tak pernah surut. Kau memulai dengan merangkak. Ketika akhirnya
bisa berjalan kau dituntut untuk berlari. Hingga suatu waktu kau terantuk dan
terhempas begitu keras, tapi kau bangkit dan kembali tertatih menuju impianmu.
Sahabatku, aku bangga padamu.
Kau
yang kini jauh di tengah panggung, sangat berbeda dengan setahun lalu. Saat kau
datang memintaku untuk menuliskanmu syair lagu. Ketika sinar matamu begitu cerah
saat menerima syair yang kutulis kutahu bahwa kau benar-benar akan berada di
puncak mimpimu. Aku tak tahu arti sinar matamu. Senangkah kau karena syair itu
akhirnya selesai kutulis? Ataukah kerena kau paham bahwa kata dalam syair itu
adalah tentang kita? Ah entahlah, yang kutau, sejak saat itu, kita tak pernah
bertemu lagi karena seminggu setelah kau menerima syair itu bandmu memenangkan
juara pertama dalam sebuah Festival musik bergengsi.
Dan
kau pun lenyap.
Yang
kusesali adalah kau lenyap karena mantra dariku. Lagumu yang berisi kata
tentang kita menjadi populer, begitu juga dengan dirimu yang menyanyikannya. Kau
menjadi asing bagiku.
Hei,
masihkah kau ingat padaku? Pada hari-hari kita dulu? Tentang kepolosan dan
keingintahuan kita, tentang rahasia-rahasia kita, tentang istana kita. Mengapa
kau tak pernah lagi menyapaku? Apakah sehina ini aku di matamu sekarang? Saat
ini, sudah puluhan lagu kau nyanyikan, ditulis oleh musisi-musisi terkenal dan handal.
Sedangkan aku, hanya cewek yang kebetulan memahami kesepianmu tanpa seorang ibu
yang hidup bersama ayah yang sibuk. Aku hanya segumpal awan yang sekedar
melintasi langitmu yang kini cerah. Tak berawan lagi. Aku kesepian, diterbangkan
angin tanpa arah. Ya Tuhan, aku rindu pada Roy. Mungkinkah seorang Roy yang
kini menjadi penyanyi terkenal pun merindukan diriku?
Sungguh,
kekuatan mimpi begitu dahsyat. Kau mampu menolak keinginan ayahmu namun kau
lemah saat impianmu memerintah. Kau tinggalkanku sendiri. Kau pergi membawa
kisah kita dalam lagu yang kau nyanyikan. Lagu yang kutulis khusus untukmu, kau
malah menyanyikan untuk banyak orang, seperti saat ini. Bandmu konser di kota
kita dulu. Susah payah kudapatkan karcis masuk hanya untuk melihat bahwa kau
masih senyata dulu. Hanya untuk memastikan bahwa pernah ada Roy yang kukenal.
“Selamat
malam penonton semuanya, terima kasih untuk kehadiran kalian malam ini” suaramu
terdengar luar biasa saat menyapa penonton, tahukah kau, aku pun ada diantara
sekian banyak cewek yang terus meneriakkan namamu? Energi yang kau salurkan
melalui lagu-lagumu memang luar biasa “Lagu berikut ini adalah lagu yang
spesial buatku karena ditulis oleh orang yang spesial juga. Aku tak tahu dimana
dia berada, tapi yang pasti dia selalu ada di hatiku, namun dulu ia pernah berkata
bahwa ia selalu ada didekatku dan aku selalu percaya padanya. Itu sebabnya,
saat ini pun aku yakin bahwa ia di sini bersamaku. Lagu dengan judul ‘Kau Dan
Waktu” ini kunyanyikan khusus untuk sang penulis lagu ini.”
Riuh
tepuk tangan dan jeritan histeris penenton sempat kudengar tapi ketika kau
mulai bernyanyi, hanya dirimu yang kulihat, hanya suaramu yang kudengar sedang
menyanyikan lagu yang kutuliskan untukmu. Lagu tentang kita.
Hari
di mana kita mulai berjalan
Adalah
hari yang terlupakan
Yang
kutahu, ketika tersandung
Kau
menolongku, saat itulah
Aku
sadar kau ada
Hari
dimana kita selalu bersama
Adalah
hari yang tak mungkin kulupakan
Kita
melangkah bersama, berlari bersama
Kita
satu pijakan, kau dan aku
Membangun
negeri dongeng milik kita
Hanya
kita yang tahu kisahnya
Bisakah
kau sadari kehadiranku?
Bukan
untuk sekedar menghabiskan waktu
kemarin
dan hari ini,
Tapi
untuk selamanya
Tapi,
rasanya tidak adil
Jika
ada saat di mana kau harus pergi
Aku
tak mau kau tinggalkan
Aku
tak mau mengakhiri
Hari
kisah kita dimulai
Aku
tak mau menamatkan kisah kita
Karena
hidupku adalah tentangmu
Kupang, 2013
Oleh:
Diana D. Timoria
Komentar
Posting Komentar